~ novel: cintaku merintih di pulau batam (episode 55) ~

jembatan-barelang-img.jpg<br

Dengan rasa sedikit takut diriku menerima lembaran kertas berisi daftar nama barang yang harus aku cek. Setelah leader tadi berlalu, aku pun merasa lega, kirain beliau akan memarahiku saat itu juga karena terlambat masuk, 10 menit. (episode 54 yang lalu).

Sebagai manusia, kita memang diharuskan untuk bekerja jika tidak ingin kelaparan maupun kekurangan. Sudah bekerja pun sering sekali kita masih kekurangan, itulah salah satu nasehat yang pernah si Jhon katakan kepadaku disaat diri ini masih mengganggur.
Benar juga apa yang dibilang si Jhon itu, sebagai makhluk hidup, kita diwajibkan untuk berbuat sesuatu yang baik dan bermanfaat. Bukan hanya berguna untuk diri sendiri saja, tapi sebisa mungkin juga berguna buat orang lain.
Aku melangkah ke sebuah lorong ruangan produksi. Aku lihat sudah menumpuk barang-barang yang harus dicek dan mungkin harus selesai hari itu juga.
"Hei mas Zacky, tumben agak murung begitu, ada apa?" Seorang wanita mengagetkan dengan tepukan di pundakku.
"Maaf, sampeyan siapa?"
"Lha..., sama teman sendiri kok nggak tahu sih mas. Aku Sulis.
Eh mas, kamu dapat salam dari temanku lho, dia cantik,"
"Salam, teman sampeyan siapa?"
"Namanya Silvi, nanti aku kenalkan saat istirahat siang, ya,"
Wanita itu tersenyum dan berlalu dariku. Aneh, kenapa karyawati tadi mengenalku? Padahal aku nggak mengenalnya, lagian aku juga tergolong laryawan baru yang belum berani bergaul dengan banyak orang di pabrik itu.

Jarum jam terus berputar tiada henti. Aku harus teliti dalam memeriksa semua barang di hadapan, sebab jika teledor sedikit saja maka kualitas akan cacat dan bukan tidak mungkin diriku mendapat teguran dari atasan.
Satu persatu barang-barang aku cek hingga mata merasa lelah dan kulihat baru sepertiga tumpukan barang itu yang lulus sensor untuk selanjutnya nanti di kirim ke Jepang.
"Bagaimana Zack?"
"Ini pak, baru sepertiga saya cek,"
"Oh, tidak apa-apa. Ngeceknya santai saja Zack, jangan terburu-buru ingin cepat selesai, ok.
Nah yang seperti ini... di validkan saja,"
"Baik pak," Hanya sebentar leader tadi menemuiku, beliau kembali pergi entah kemana.
"Eh mas Zacky, kemana leadermu? Hikhikk, hati-hati dengan dia lho mas, di sini... dia itu sudah terkenal dengan homonya,"
"Maksud mbak?"
"Iya mas, pak Wiguna itu suka kalau lihat cowok ganteng, seperti kamu ini mas. Banyak lho karyawan di sini yang kemudian tidak betah bekerja karena pak Wiguna yang homo itu,"
"Waduh, bahaya dong mbak," Saat itu juga pikiranku terganggu oleh perkataan mbak Lusi. Tiba-tiba saja mbak Sulis muncul di sampingku setelah leader Wiguna pergi.
"Maka dari itu mas, hati-hati saja sama dia," Selesai bilang seperti itu, mbak Lusi pun berlalu dariku.
Entah benar apa tidak yang dikatakan karyawati tadi, kini ada rasa was-was pada diriku terhadap pak Wiguna.

Aku melongok keluar dari kaca jendela ruang produksi dan hari memang sudah siang. Tak terasa, bell istirahat jam pertama sudah berbunyi, kami pun berhamburan keluar untuk selanjutnya membeli kue yang banyak di jajakan pedagang di luar pagar pabrik dan hal ini sering dilakukan oleh banyak karyawan karena memang perut harus diganjal biar nanti semangat kerja kembali normal.
"Nih Zack rokoknya," SiJhon menawari.
"Iya Jhon," Aku melolos batang rokok Marlboro dan menyulutnya.
"Ada kendalakah pekerjaanmu Zack?"
"Nggak Jhon, cuma... sekarang pikiranku nggak enak sama pak Wiguna,"
"Ora enak piye tho?"
"Tadi ada yang bilang kalau pak Wiguna itu seorang homo yang suka sama sejenis, iya kah Jhon?"
"Siapa yang bilang?! Hahahaaa, ada-ada saja itu orang.
Nggak lah Zack, pak Wiguna itu seorang yang baik pada semua orang. Dia itu biasa dipanggil Ustadz disini karena memang pak Wiguna itu juga pandai dalam ilmu agama. Beliau juga sering mengisi ceramah di dormitori sana Zack. Jadi kalau beliau seorang homo itu salah besar dan sebuah fitnah itu namanya. Siapa sih orangnya yang bilang pak Wiguna itu seorang homo Zack? Biar aku jewer dia,"
Aku memandang si Jhon dengan serius dan apa yang ia katakan tadi sepertinya jujur. Aku terdiam, jika aku perhatikan dengan membayangkan wajah pak Wiguna itu, memang tak mungkin jika ia seorang homo. Ada-ada saja fitnah karyawati itu, aku pun tersenyum sendiri.

Mesin produksi terus berjalan dengan di handle karyawan/karyawati untuk menghasilkan barang bagus. Di tengah bisingnya deru mesin pabrik, aku masih mengecek barang-barang untuk sebuah kualitas memuaskan. Aku yang baru sebulan bekerja di pabrik itu memang harus rajin dan konsisten jika masa trainning akan berlanjut dengan status karyawan kontrak. Ya, semaksimal mungkin aku memang harus bisa memberikan yang terbaik dalam pekerjaan itu.
"Bagaimana mas, diterima kan salam dari Silvi?" Kembali karyawati bernama Lusi itu mengagetkan diriku. Aku diam tak menjawabnya, sebab yang ada dibenakku saat itu ialah bahwa mbak Lusi seorang yang kurang baik dengan berani memfitnah pak Wiguna seperti yang dikatakannya pagi itu. Sebenarnya aku sendiri belum mengenal pak Wiguna terlalu jauh karena memang baru sebulan diriku bekerja di tempat itu, tapi jika mendengar penjelasan si Jhon bahwa leaderku adalah orang baik yang pintar dalam ilmu agama, maka tak seharusnya aku meladeni semua perkataan mbak Lusi.
"Maaf mbak, untuk saat ini kita jangan membahas perkenalan itu, ya. Saya lagi sibuk dengan target menyekasaikan pekerjaan nih mbak...,"
"Ok mas,"
Wanita itu berlalu dariku dengan mimik sedikit kesal lantaran diriku nggak mau menanggapinya dengan serius. Aku pun melanjutkan pekerjaan dengan pikiran yang sedikit rancu. (*)

(bersambung ke episode 56).

2 Responses to "~ novel: cintaku merintih di pulau batam (episode 55) ~"

  1. мαdυмσє вlσg27 Juli 2016 pukul 11.37

    http://zackymadumoe.mywapblog.com/novel-cintaku-merintih-di-pulau-batam-e-27.xhtml

    BalasHapus
  2. Si Zack kayaknya lagi bingung dengan suasana di tempat kerjanya yang baru. Benarkah Lusi memfitnah Pak Wiguna atau memang Pak Wiguna benar2 seorang homo??

    Jadi penasaran nunggu kelanjutannya nih.

    BalasHapus