~ novel: cintaku merintih di pulau batam (episode 54) ~

jembatan-barelang-img.jpg<br

Rona senja sangat indah menggelayuti langit sebelah barat. Aku pamit kepada Dewi dan Lina untuk pulang ke rumah. Langkahku pun teriring oleh hati Dewi yang sebenarnya menerimaku. <== (episode 53 yang lalu).

Sesampai di rumah, aku terkejut bukan kepalang karena si Jhon tergeletak di lantai dengan mulutnya mengeluarkan cairan putih.
"Jhon! Apa yang terjadi denganmu Jhon?!!!"
Dengan cepat kuangkat tubuh temanku tersebut. Dalam kepanikan itu aku berusaha berbuat sesuatu untuk menyelamatkan si Jhon. Tubuh si Jhon aku ikat ke tubuhku menggunakan kain sarung yang ku potong. Sepeda motor milik si Jhon aku nyalakan, secepat kilat aku bawa si Jhon ke rumah dokter terdekat.
"Permisi mbak, pak dokternya ada? Tolongin teman saya ini,"
"Ada mas, silahkan di bawa masuk," Ucap perempuan yang memakai pakaian serba putih yang kebetulan keluar dari balik pintu rumah itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi padamu sih Jhon....?"
"Ada yang bisa saya bantu mas?"
"Ini pak, teman saya seperti ini," Kataku. Lelaki itu langsung memeriksa keadaan si Jhon.
"Sepertinya dia keracunan. Sebentar, ya mas,"
Lelaki muda yang ternyata memang seorang dokter itu berlalu dari hadapanku, sebentar kemudian ia balik lagi dengan peralatan medis di tangan.
Saat itu si Jhon mendapat perawatan serius yang di tangani oleh dokter Widjayanto dan pembantunya, yaitu suster yang tadi berpakaian serba putih.
"Maaf pak dokter, temanku ini keracunan apa ya pak?"
"Setelah kami periksa, dia terkena racun serangga, sejenis cairan anti nyamuk 'Baygon' begitu mas,"
"Astaghfirrullah..., Jhon... Jhon, apa yang kamu lakukan sih Jhon...!"
Setelah mendapat pengobatan, si Jhon pun siuman. Matanya mengerling menatap langit-langit kamar itu.
"Apa yang terjadi denganku? Zacky? Dimana aku ini?"
"Kamu di rumahnya pak dokter Widjayanto. Kamu keracunan Jhon,"
"Keracunan? Oh..., ternyata itu racun,"
"Memangnya kamu minum racun Jhon?"
"Iya mungkin Zack. Sepulang dari rumah Yuli, aku langsung menyambar cangkir di meja dan meminumnya, beberapa menit kemudian kepalaku pusing dan aku ambruk ke lantai. Entah siapa yang naruh racun itu di cangkir,"
"Teledor banget itu orang dengan menaruh racun di cangkir. Apa mungkin mas Febri yang melakukannya Jhon? Sebab saat aku hendak ke tempat Dewi, nggak ada kok cangkir itu di atas meja.
Pak dokter, terima kasih atas pertolongannya,"
"Sama-sama mas. Semoga pasien lekas sembuh. Silahkan untuk biaya pengobatan dapat diselesaikan di ruang administrasi,"
Setelah menyelesaikan biaya pengobatan, aku dan si Jhon langsung pulang ke rumah.

Aku bersama si Jhon duduk di teras rumah. Cuaca langit di malam itu sangat cerah dengan bulan bersinar terang dan gemintang kerlap-kerlip mempesona.
"Seharian tadi kamu kemana Zack?"
"Aku ke tempatnya Dewi Jhon,"
"Oh, terus bagaimana kabar cewekmu itu, masih tetap manis kan dia? Heheheee, uhuk uhuuuk,"
"Ah kamu Jhon, dia kan belum jadi pacarku, ngeles terus kamu ini.
Iya Jhon, Dewi dan Lina dalam keadaan sehat," Aku mendongak ke langit, gemintang itu masih terus berkedip dan rembulan seakan tersenyum kepadaku, sementara itu si Jhon terkikik dengan tangan memegangi dada yang kiri, mungkin dadanya sakit saat ia terbatuk.
"Zack, beruntung banget kamu kalau bisa memiliki itu si Dewi. Menurutku Dewi itu orangnya baik, menyenangkan, pintar, manis, nggak ngebosenin untuk terus di pandang, emmmm apalagi ya? Pokoknya Dewi itu seorang cewek sempurna yang belum pernah aku lihat, hikhiiikkks,"
"Ah kamu Jhon, bisa aja.
Mungkin ada benarnya juga apa katamu tadi Jhon, Dewi nggak membosankan untuk dipandang, hahaaa. Sudah ah Jhon, diminum dulu sana obatnya,"

Si Jhon masuk ke dalam rumah, sementara aku masih duduk untuk menikmati malam sembari tangan memegang sebuah gitar.
"Dewi, entah kapan kamu akan menerimaku. Ingin sekali diri ini cepat-cepat bisa terus bersamamu untuk berbagi banyak hal.
Dewi, jika saat ini aku tersenyum sendiri itu karena ada bayang kebersamaan kita dalam sebuah cinta. Jujur, rasanya sulit buatku jika nanti harus menerima kenyataan bahwa kita tak akan bersama, Dewi,"
'Jreeeeeng' jemariku menyentuh senar gitar hingga menggema nada sumbang. Mataku memejam, pikiranku melayang, di taman hati terdalam ku coba menyentuh bunga-bunga cintanya Dewi, indah.
Kuajak berlari perasaan cewek yang sangat kucinta itu hingga sampai di tepi telaga biru. Dia tersenyum dengan kaitan tangan tetap menggandengku. Aku juga tersenyum dalam memandang wajahnya yang ayu.
Tiba-tiba tubuh Dewi ambruk di bahuku, nafas hangatnya membelai asmaraku hingga desir mengalir cepat dalam syahdu.
Dia menghadapkan wajahnya ke mukaku, sejenak jemari lentiknya menyingkapkan rambut hitam lurus yang terjuntai menghalangi halus pipi. Dia terkikik lirih, barisan gigi putih nan wiji timun itu semakin memambah pesonanya.

"Woy! Melamun aja kamu Zack, ini nescaffe-nya,"
Sialan! Si Jhon mengagetkan diriku, buyar sudah bayang indahku bersama Dewi di tepian telaga biru yang syahdu.
"Eh kamu Jhon, nggak kok,"
"Ngalamunin Dewi, ya Zack? Nggak usah dilamunin... entar juga kesampaian cintamu itu, hahahaaa," Si Jhon menepuk pundakku, malam itu kami bercanda sampai isi kopi nescaffe habis, lantas menuju ke tempat tidur.

Semalam aku maupun si Jhon tidur sangat lelap hingga bangunnya agak kesiangan. Buru-buru kami mandi bergantian untuk selanjutnya berangkat ke tempat kerja.
"Kita sarapan ini saja Zack, nggak ada waktu buat beli nasi," Ucapnya dan melemparkan donat ke arahku.
Dengan agak tergesa kami terus melaju menuju pabrik. 'Braaakkk' kami tersentak, di sebelah kendaraan yang kami naiki, sebuah mobil menyenggol kendaraan roda dua. Praktis, dua pengemudi itu akhirnya bersitegang saling menyalahkan. Apa yang sedang terjadi itu tak kami hiraukan sebab kita mengejar waktu agar tak terlambat.
20 menit kemudian kami sampai di area pabrik, suasanya sedikit lengang.
"Wuiiihhh, kita terlambat 10 menit ini Zack, hahaaa,"
"Iya Jhon. Waduh, bisa kena marah leaderku nih Jhon,"
"Tenang aja Zack, nanti biar aku terangkan ke leadermu. Sekarang kamu langsung ke ruang kerja sana," Diriku langsung menuju ruang kerja. Baru saja aku mau masuk ke ruangan itu, tiba-tiba ada yang memanggilku.
"Zacky, sini,"
"I...iya pak,"
"Kamu telat, ya?! Ya sudah, sekarang cek barang-barang ini. Nanti laporkan ke aku kalau sudah selesai, mengerti?"
"I...iya pak,"
Dengan rasa sedikit takut diriku menerima lembaran kertas berisi daftar nama barang yang harus aku cek. Setelah leader tadi berlalu, aku pun merasa lega, kirain beliau akan memarahiku saat itu juga karena terlambat masuk, 10 menit. (*)

(bersambung ke episode 55).

9 Responses to "~ novel: cintaku merintih di pulau batam (episode 54) ~"

  1. мαdυмσє вlσg25 Juli 2016 pukul 08.42

    http://zackymadumoe.mywapblog.com/novel-cintaku-merintih-di-pulau-batam-e-26.xhtml

    BalasHapus
  2. Satria Tujuh Salju25 Juli 2016 pukul 09.31

    wuuiihh gilee!! episodenya sudah 55 yaa!! wooww!! meski ulang dari awal dulu nih sob.. ane keawal dulu dah!! :D

    BalasHapus
  3. Waduh untung si Jhon buru2 ditolong, kalau nggak, bisa ketemu malaikat pencabut nyawa dia...

    BalasHapus
  4. hahaha.. belom baca eps sebelomnya. tp bgerasa nhambubg aja..

    BalasHapus
  5. hoho....
    imajinasi Zack tinggi banget ya?
    ngehayalin Dewi sampai bengong gitu..
    hegheg..... :P

    BalasHapus
  6. panjang ceritanya gan,udah episod 55 kek sinetron.
    kalo gak diikuti dari awal ceritanya,gak bisa nyambung paham ma jalan ceritanya. balik dulu dah episode 1

    BalasHapus
  7. Waduh, Kang!
    Rasanya dah lama juga sejak saya terakhir kali kemari.
    #Semoga ingat saya.

    Eeh..
    Baru mampir dah dpt suguhan macam ini. Eps 1-nya ada kan, Kang?
    Izin maraton dlu di blog Akang ini :grin: Kalau komen sekarang, takut gagal paham ceritanya.

    BalasHapus
  8. Saya gak baca cerita dari awal. Tapi saya coba baca efisode sblum ini... Kalau dari awal jauh banget...

    Bicara tentang batam, ane gak jadi terus nih kesana :mrgreen:

    BalasHapus
  9. Busyet dah udah ketinggalan jauh, saya Gan,, heeee
    haris mengulang dari awal apa dari mana neh, saya save dulu saja... butuh teman kalau lagi sepi...

    BalasHapus