~ Cerpen: Cintanya Anisa ~

Cintanya Anisa.

Hari menjelang petang ketika Anisa tergesa-gesa menyusul langkahku.
"Jo tunggu Jo," Suara Anisa memanggilku. Aku menoleh dan menghentikan langkahku.
"Ada apa Nisa?" Tanyaku setelah dia berada disampingku.
"Tunggu dulu. Kamu darimana?" Dia mengibaskan rambut panjangnya yang sebahu.
"Dari tempat kawan. Kamu sendiri?" Jawabku.
"Oh kirain darimana. Ke rumahku yuk," Ajaknya.
"Sudah petang Nis. Besuk saja," Tolakku singkat.
"Ah kamu Jo, selalu saja begitu kalau kuajak ke rumah.
"Bukan begitu Nis. Hari sebentar lagi kan malam, tidak baik buat kita berdua," Kataku.
"Kamu ini Jo, paling bisa kalau bikin alasan.
Jo, taukah kamu kalau aku selalu memikirkanmu, setiap waktu!" Kata dia.
"Kok bisa Nis, memang tidak ada kerjaan lain ya? selain memikirkan aku," Kataku.
"Jo, cobalah kamu mengerti akan diriku," Suara Anisa. Dia sepertinya kecewa kepadaku, karena aku selalu cuek atas perasaannya terhadapku.
"Kenapa kamu selalu memikirkan aku?" Tanyaku.
"Karena aku mencintaimu Jo. Aku sangat menyayangimu, tau tidak kamu!" Anisa menatapku tajam.
"Anisa, kan sudah beberapa kali kubilang ke kamu, kalau aku ini tidak mau pacaran dulu, aku mau fokus pada pekerjaan Nisa," Ku buang mukaku dari tatapan Nisa.
"Kamu jangan gitu Jo, jangan menyiakan perasaanku," Anisa semakin tajam menatapku.
"Iya aku tau. Aku tidak menyiakan perasaanmu kok. Aku cuma mau fokus pada pekerjaa dulu, itu saja," Aku menghela nafas panjang. Sebenarnya aku tidak tega sama Anisa, dia begitu mengharapkanku. Namun di satu sisi, aku tidak mau pekerjaanku terganggu oleh cinta, ya.. oleh cinta.
"Jo, sebenarnya ada apa sih denganmu? Apakah pekerjaanmu akan berantakan hanya karena kamu mencintaiku?!" Perkataan Anisa barusan membuatku gelagapan. Aku terdiam, ingin sekali aku teriak, tapi kutahan.
"Anisa, taukah kamu kalau aku juga mencintaimu, tapi.." Kataku dalam hati.
"Jo, kenapa diam," Sepertinya Anisa mencoba menggali sesuatu dari rona wajahku yang tiba-tiba pucat.
"Tidak kenapa-kenapa Nis. Emmm, Nisa, bukankah ada cowok selain diriku yang menyatakan cinta kepadamu," Tanyaku asal-asalan.
"Darimana kamu tau?
Memang sih ada cowok yang menyatakan cinta kepadaku, tapi aku tidak menanggapinya," Jawabnya.
"Kenapa tidak kamu tanggapi dan diterima saja," Kataku.
"Karena aku tidak cinta. Cintaku hanya kepada kamu Jo.
Eh Jo, kenapa wajahmu pucat gitu? Kamu sakit?" Anisa seperti meyakinkan perasaannya. Lantas dia memegang pipiku.
"Tidak apa-apa kok, yuk kita pulang," Kataku dengan menahan sakit teramat sangat di kepalaku.
"Jo... Kamu kenapa sih?!" Anisa menahan tubuhku yang sempoyongan.
"Aku tidak apa-apa Nis," Tiba-tiba pandanganku gelap, selanjutnya aku tidak tau apa yang terjadi padaku. Ketika aku membuka kedua mata, aku sudah berada di dalam kamar rumahku.

Saat itu aku masih terbaring disebuah dipan, karena tempat tidurku memang cuma itu, dipan tanpa kasur.
Aku membuka kedua mataku, kulihat Anisa duduk disampingku.
"Dimana aku ini," Suaraku.
"Kamu sudah sadar Jo," Anisa menatapku dengan sorot memelas.
"Apa yang telah terjadi padaku Nis?" Aku mencoba mengingatnya.
"Tadi kamu sempoyongan dan terjatuh saat kita hendak pulang. Untung tadi ada Wawan yang lewat dan langsung membawamu ke rumah," Terang Anisa.
Aku memandang Anisa tidak berkedip meski pandanganku terkadang kabur. Mungkin kanker otak yang bersarang di kepalaku telah membuatku jadi seperti ini.
"Nis, apa tidak sebaiknya kamu pulang ke rumah dulu? Nanti kamu dicari orang tuamu," Kataku dan mencoba bangkit dari keterbaringanku.
"Jangan dipaksakan Jo, berbaring saja.
Tadi aku sudah bilang ke Wawan agar memberitahu pada Ibu kalau aku disini kok," Kata Anisa.
"Oh, aduh," Kupegangi kepalaku yang terasa sakit.
"Kenapa Jo?" Tangan Anisa memegang tengkukku, dia membetetulkan kepalaku yang bersandar pada sebuah bantal.
"Tidak apa-apa, boleh minta tolong ambilkan air minum Nis," Kataku.
"Iya," Dia kemudian meraih botol air minum yang tergeletak diatas meja kamar, lalu memberikan kepadaku.

Aku dan Anisa saling memandang. Saat itu aku merasakan getar dihatiku yang selama ini tidak aku rasakan sebelumnya terhadap Anisa. Anisa kemudian menundukkan wajahnya, begitu juga denganku.
"Anisa, apa benar kamu suka padaku?" Kataku agak terbata. Anisa mengangkat wajahnya dan menatapku dalam.
"Jo, sudah lama aku suka padamu, bahkan aku sangat cinta dan menyayangimu. Hanya kamunya saja yang mungkin tidak mau mengerti dan cuek terhadap perasaanku yang sering ku ungkapkan padamu," Anisa menarik nafasnya pelan dan dalam.
"Bukan aku tidak mau mengerti Nis, tapi karena penyakitku ini yang membuatku ragu untuk menerima cintamu," Kataku.
"Memangnya penyakit apa yang ada padamu Jo?" Dia mengernyitkan dahi.
"Hufff. Aku kena kanker otak Nis. Jadi aku mau mengumpulkan uang dulu buat biaya operasi nantinya," Kataku.
"Terus apa hubungannya penyakit itu dengan cintaku? Sehingga kamu tidak mau menerimaku Jo," Tangan Anisa menggenggam telapak tanganku.
"Tidak ada hubungannya kok. Aku hanya tidak ingin dirimu repot nantinya," Kataku.
"Repot? Enggak Jo enggak. Aku tidak akan repot kok," Sepertinya dia yakin dengan hal itu.
"Tapi Nis," Kataku. Dengan cepat Anisa menempelkan jari telunjuknya ke bibirku. Aku terdiam tidak melanjutkan kalimatku. Aku memandang dia dengan ketidak mengertianku, kenapa dia memilihku sebagai tambatan hatinya.
"Bagaimana Jo? apakah kamu masih tidak mau menerimaku," Aku diam cukup lama. Aku memandang sorot matanya, sepertinya cintanya padaku memang tulus adanya.
Akhirnya aku mengangguk IYA, menerima cintanya Anisa.

"Anisa, sudah malam lho," Kataku pelan.
"Terus kenapa kalau sudah malam Jo, ada hantu? Hehee," Dia malah tersenyum.
"Tidak baik kalau kamu tetap disini, nanti dikira kita melakukan apa gitu," Aku kemudian meraih air minum dalam botol disampingku.
"Biarin Jo, yang penting kita tidak melakukan apa-apa kan," Anisa malah menjatuhkan kepalanya ke dadaku. Sejenak kupandangi dia, dan hatiku berkata, kamu memang baik Anisa.
Malam itu dia tidak mau pulang, jadinya dia malah bermanja-manja denganku.
Kepalanya masih disandarkan di dadaku, dia terpejam dalam pelukanku, sampai pada akhirnya Ibuku mengetuk pintu kamar, lantas Anisa pamit pulang.
"Jo, aku pulang dulu. Terima kasih atas cinta hangatmu," Kata Anisa dan melemparkan sebuah senyuman. Selesai.

3 Responses to "~ Cerpen: Cintanya Anisa ~"

  1. мαdυмσє вlσg27 Juni 2015 pukul 01.54

    http://zackymadumoe.mywapblog.com/cerpen-cintanya-anisa.xhtml

    BalasHapus
  2. Good bro cerpennya

    BalasHapus
  3. cerpen yg indah

    BalasHapus