~ novel: cintaku merintih di pulau batam (episode 40) ~

jembatan-barelang-img.jpg<br

Aku tidak tinggal diam, dengan halus kupegang lengannya dan kutarik menjauh dari wajahku. Aku menghela nafas dalam-dalam, kemudian membuangnya bersama perasaan aneh yang menjalar di seantero persendianku. Klik Di Sini <== (episode 39 yang lalu).

Aku dan Nur masih berada di depan televisi. Dia menyandarkan badannya ke tubuhku.
Kepalanya diletakkan dibahuku. Sebentar aku menatapnya, dia terpejam seakan lagi menikmati sesuatu. Sementara aku mendesah pelan, lantas pandangan kulempar ke layar kaca yang saat itu acaranya Cek & Ricek.
Mendadak aku merinding ketika hembusan nafas si Nur menerpa telingaku.
"Ugh, hemm," Dadaku tiba-tiba berkecamuk karena darah mengalir begitu cepat saat pipinya menempel di pipiku, karena dia memang tidak jenak (diam).
"Mas..," Suaranya sembari mengelus-ngelus punggung telapak tanganku, lalu menggenggamnya. Aku terperanjak, aku tidak tau mesti berbuat apa saat itu. Aku kembali mendesah dalam pacuan nafasku, meski tidak tersengal.
"Ada apa Nur?" Pandanganku masih tertuju pada layar televisi sambil menahan rasa dag dig dug kini.
"Andai saja kita berpacaran saat ini ya mas," Suara dia sambil mempermainkan tanganku.
"Memangnya mau apa seandainya kita berpacaran, mau ciuman?" Kata itu nyelonong saja keluar dari bibirku.
"He'em," Dia kemudian mengangkat kepalanya dari bahuku. Kami saling pandang, Nur malah tersenyum.
"Kok he'em, emangnya kamu mau berciuman denganku?" Kataku.
"I..ya," Jawabnya manja. Aku sebenarnya ingin melumat bibirnya yang merekah dan menggoda itu, tapi kutahan, karena dia bukan milikku.
"Yang benar?" Kataku.
"Iya benar," Jawabnya agak genit.
"Tapi kamu kan bukan pacarku, masa kamu mau sih," Kataku.
"Tidak apa-apa mas. Aku mau kok walaupun kita bukan pacar," Sepertinya dia sengaja memancingku. Kami saling memandang, saling merasakan apa yang ada pada diri masing-masing.
Tiba-tiba, satu ciumannya mendarat dipipiku. Entah kenapa, aku malah terpejam dan tidak berusaha melepaskan diri.
Setelah sekian detik dia menciumku, lantas dilepaskannya. Ada desir yang bikin aku merinding. Jujur saja, aku belum pernah di cium oleh seorang wanita. Dulu aku pacaran sama Ratna pun cuma cinta monyet, masih malu untuk melakukan ciuman.
Nur kemudian semakin liar menurutku. Bagaimana tidak, dia sudah berani mendaratkan bibirnya di bibirku.
Aku sudah berusaha melepaskan diri dari pagutannya, yang ada malah dia semakin kencang mengulum bibirku.
"Bahaya ini cewek! Kalau diteruskan bisa-bisa aku tidak tahan dibuatnya," Kataku dalam hati.
Aku sedikit mendorong tubuhnya. Namun apa yang terjadi? Secara tidak sengaja aku malah menyentuh payudaranya. Terang saja Nur malah mendesah, dia dengan cepat memegang tanganku dan sedikit menekankan di area itu.
"Ouh," Suaranya. Dengan keringat dingin yang kurasakan membasahi pori-pori kulit, ternyata aku larut dalam keinginan Nur. Tanpa kusadari, Nur telah membuka kancing bajunya bagian atas. Aku semakin menggigil dalam ketakutan, namun disatu sisi jiwa kelakianku tidak munafik untuk menyantap apa yang ada di depanku.

Akhirnya aku dan Nur bercumbu, kami saling membelai dan memagut. Namun kami tidak terlalu jauh melakukan hal itu, karena tiba-tiba saja terdengar suara pintu didorong masuk.
Dengan cepat aku dan Nur saling melepas, menggeser tempat duduk lalu saling pandang. Dengan cepat juga Nur membetulkan kancing bajunya.
Terdengar langkah kaki masuk ke dalam rumah.
Rupanya mas Febri telah pulang dari tempat kerjanya. Aku merasa malu pada dia, karena pagi-pagi sudah berduaan dengan cewek yang bukan pacarku.
Dengan mata terlihat lelah, mas Febri menyapa diriku dan si Nur.
"Lagi pada ngapain ini Zack?" Tanya mas Febri.
"I..ini mas, lagi ngobrol saja. Sudah pulang ya Mas?" Jawabku.
"Oh pada ngobrol.. Anu Nur, tadi kamu dicari Ibumu," Kata dia.
"Yang benar mas? Orang tadi aku sudah bilang kalau mau kesini kok," Suara Nur.
"Bercanda kok. Silahkan dilanjut ngobrolnya," Mas Febri kemudian masuk ke kamar. Kami saling pandang, lantas Nur menundukkan wajahnya. Kulihat dia memang sexy pagi itu. Entahlah, dadaku kian berdebar-debar, berkecamuk tidak terkendali.
Nur kemudian menatapku, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu tapi tidak jadi karena pintu kamarnya mas Febri terdengar berderit dan dia keluar dari kamar.
"Kenapa pada diam, apa karena ada aku? Santai saja Zack, Nur," Dia menuju ruang dapur. Tidak lama kemudian mas Febri kembali dengan membawa minuman dalam cangkir dan langsung masuk kembali ke kamarnya.

Nur tersenyum padaku, begitu juga denganku. Setelah memastikan mas Febri sudah tidur, aku dan Nur kembali merapat. Nur meraih telapak tanganku lalu menggenggamnya, aku merasakan ada desir hangat menjalar di tubuhku.
"Mas," Suara Nur.
"Iya," Aku menatapnya.
"Aku.. Aku sangat mencintaimu," Dia terus memandangku, sementara aku hanya diam.
"Apa kamu tidak menyesal mencintai Nur?" Kataku.
"Tidak mas, aku tidak menyesal untuk mencintaimu," Kata dia yang masih menggenggam telapak tanganku.
"Kenapa tidak menyesal? Aku kan orangnya jelek, pengangguran, dan cewekku ada dimana-mana lho," Kataku.
"Katanya kamu tidak punya pacar.., kalau pengangguran nanti kan bisa nyari kerja. Kamu boleh bilang jelek pada diri sendiri, tapi kamu itu sangat cakep di mataku," Ujarnya.
"Bener, sumprit aku ada banyak cewek," Kataku lagi.
"Aku tidak percaya kalau kamu banyak ceweknya mas," Dia mempermainkan jemariku.
"Kok bisa tidak percaya?" Tanyaku.
"Ya tidaklah, orang kamu dulu cerita kalau tidak punya cewek. Kamu kan tinggal disini dan aku melihatmu terus kalau kamu tidak kemana-mana, jadi walaupun kamu punya banyak cewek tapi tidak pernah di ajak jalan ya percuma kan? Lagian kamu perginya keluar rumah juga selalu ditemani mas Jhon. Jadi tidak mungkin lah kamu pacaran sama cewek-cewekmu, iya kan?
Mas Zacky saja baru beberapa hari disini, jadi mana mungkin punya kenalan banyak cewek dan menjadi pacarmu mas," Nur tersenyum.
"Iya deh iya..," Aku menatap wajahnya lekat, dia juga menatapku lekat. Berlahan dia mendekatkan wajahnya ke wajahku, sepontan aku langsung mendaratkan bibirku ke bibirnya. Kami kembali saling berpagut, berpacu menyusuri jalan menuju keindahan cinta.
Karena aku tidak ingin terlalu jauh yang nantinya bisa terperosok ke hal-hal yang tidak pantas, aku pun menarik wajahku dari hadapannya.
"Kenapa mas?" Tanyanya ketika aku lepaskan pagutan itu.
"Tidak apa-apa. Aku hanya tidak ingin kalau nanti kita kebablasan," Kataku.
"Kan tidak apa-apa kebablasan, hik hiik," Dia malah tertawa kecil.
"Ah kamu Nur. Memangnya kamu tidak takut apa," Aku meraih gelas di dekatku dan meminum sisa minuman di dalamnya.
"Kenapa takut? Kan sama kamu mas, orang yang aku cintai," Selanjutnya kami mengobrol biasa. Dia pamit pulang setelah kembali melumat bibirku.
"Aku pulang dulu mas. Nanti aku minta lagi yang begituan," Dia melangkah keluar rumah, aku terbengong dan garuk-garuk kepala. Dalam hatiku berkata, lumayanlah buat mengobati kegersangan ini.

(bersambung ke episode 41, Klik disini.)

Klik ini dong kang mas, diajeng!

9 Responses to "~ novel: cintaku merintih di pulau batam (episode 40) ~"

  1. мαdυмσє вlσg29 Juni 2015 pukul 09.04

    http://zackymadumoe.mywapblog.com/novel-cintaku-merintih-di-pulau-batam-e-12.xhtml

    BalasHapus
  2. Wah wah ceritanya bikin cenat cenut gan :D

    Untung aja ane bacanya ga terlalu serius kan lagi puasa gan :grin:

    BalasHapus
  3. banyak banget episodenya, musti baca dari pertama nih...

    BalasHapus
  4. Hadir sob. Semoga puasanya lancar

    BalasHapus
  5. waduh dari satu sampai 39nya saya belum baca gimana bisa tahu ceritanya nih

    BalasHapus
  6. Arjuna Mencari Cinta29 Juni 2015 pukul 22.09

    Kenapa dari cerita bercinta antara mas zakcy dan nur terjadinya dibulan ramadhan nih kang.?

    Tapi jika udah saling mencintai pastinya akan seperti pada cerita diatas juga tuh. :lol:

    BalasHapus
  7. Wah, untung ente remnya gak blong, lo gak bisa wes ewes bablas anu ne:mrgreen:

    BalasHapus