Cerpen: Anak Penjaja Kacang dan Intip di Pasar Sore Kaliwungu

anak-penjaja-kacang-dan-i.jpg

Seperti biasa, sore itu Budi menatap langit yang mulai gelap menuju malam. Dia mulai berkemas lagi untuk memperdagangkan sesuatu guna membantu orang tuanya.
Sebentar Budi menoleh ke jam dinding yang penuh dengan debu dan kelamat (laba-laba) tertempel di dinding rumah terbuat dari tripleks yang sudah lapuk. Anak kecil itu menarik nafas pelan, sepertinya ia ragu untuk kembali berjualan jajanan kering bikinan ibunya karena gerimis turun sejam yang lalu.

"Budi..., iki wis emak siapke nak," Suara seorang wanita memanggil Budi, anak tersebut bergegas menuju kepadanya dan ikut memasukkan bungkusan kacang dan intip goreng (kerak nasi) ke dalam tas rinjing.

"Budi berangkat dulu mak, Assalamu'alaikum," Dia menggantungkan dua buah tas rinjing di stang sepeda kayuh, kemudian berangkat berjualan, sementara sang ibu menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
Rasa tak tega sebenarnya ada pada orang tuanya Budi yang melihat anaknya harus berjibaku mengais rizki, terutama sang ibu, beliau sering menitikkan air mata melihat anaknya tersebut. Ingin sang ibu memanjakan buah hatinya, tapi apa daya jika keadaanlah yang belum mengijinkan oleh karena perekonomian keluarganya masih tetap morat-marit dengan sang suami sebagai seorang pemulung barang bekas (rongsok). Beliau sendiri juga seorang pemulung yang kemudian mencoba peruntungan dengan berjualan kecil-kecilan, yaitu jualan kacang dan intip goreng.

Budi terus mengayuh sepeda ontelnya dengan pelan menyusuri jalan yang mulai gelap. Tak lupa dia menawarkan dagangannya kepada orang yang sekiranya ia kenal dan pernah membeli jajanan tersebut kepada dia.
Dia mendongak ke atas langit, gerimis masih turun dan pakaian yang ia kenakan pun telah basah meskipun sebuah jas hujan kusut membungkus tubuh mungilnya.
Berlahan Budi mengelap wajah melasnya dengan telapak tangan. Nafasnya tampak sedikit tersengal setelah tadi mengayuh sepeda di jalanan agak menanjak.

"Bismillahirohmanirrohim..., semoga malam minggu ini daganganku habis terjual," Suara anak kecil itu lirih di ujung bibir, lantas pandangannya menyapu ke sekitaran Pasar Sore Kaliwungu, Kendal. Ada banyak yang dia harap atas dagangan yang dibawanya, selain emaknya akan senang... dia juga merasa senang karena akan mendapatkan uang jajan dari sang ibu.
Budi terdiam sejenak, matanya melihat ke arah orang-orang yang hilir mudik di situ.

"Maaf ya dik. Eh apa itu yang kamu bawa?" Seorang remaja putri tak sengaja menabrak Budi. Anak itu memandang wajah wanita tersebut sebelum menjawab pertanyaannya.

"Ini mbak, jualan kacang dan intip," Jawab Budi yang kemudian menarik ingus.

"Kacang dan intip goreng, berapa satunya?"

"Seribu mbak," Jawab si Budi.

"Mahal banget?! Nggak jadi beli deh," Remaha Putri tadi langsung meminggalkan Budi.
Anak kecil itu menatap langkah wanita yang tadi menabraknya dengan pancaran wajah mengiba.

Waktu terus berputar, apa yang di jajakan oleh Budi lambat laun ada pembelinya. Budi melihat ke dalam tas rinjingnya, masih ada beberapa bungkus lagi yang belum laku. Dia kembali mendongak ke langit, sedetik kemudian ia memutuskan untuk meninggalkan Pasar Sore Kaliwungu karena sudah malam.
Wajahnya sedikit berbinar, dalam hati dia berkata 'Insya Allah, dagangan ini akan habis dalam perjalan pulang ke rumah'.
Anak kecil yang seharusnya berada di rumah dan belajar ataupun menonton televisi itu memperlambat laju sepedanya. Dia berhenrti di depan sebuah pabrik dengan harapan ada karyawan yang membeli intip dan kacang yang tinggal beberapa bungkus.
Dalam harapnya tiba-tiba seorang lelaki mendekati Budi. Pria itu memandangnya, lantas menanyakan perihal anak kecil itu, kenapa berada di tempat tersebut dan sedang apa.

"Sedang apa kamu disini dik, dan itu apa?" Pria yang sedari tadi memperhatikan Budi tersebut melongok ke dalam tas rinjing yang tergantung di dua sisi stang sepeda.

"Ini mas, jualan kacang dan intip,"

"Jual kacang dan intip? Lha rumahmu dimana dik, sudah jam 22.00 wib kok masih jualan. Itu satunya berapa?" Pria itu menatap wajah lugu si Budi dengan perasaan iba. Bagaimana tidak kasihan jika anak sekecil itu masih keluyuran untuk berjualan di bawah gerimis dan langit malam dengan udara dinginnya.

"Satunya seribu mas. Aku tinggal disana, di Kampung Persil,"

"Oh... tinggal di kampung Persil...?! Emmm, aku beli deh satu. Hei kalian, kesini cepat!" Kata pria itu yang kemudian memanggil teman-teman sekerjanya. Merasa dipanggil oleh temannya dan sepertinya ada hal penting, mereka pun bergegas mendatangi.

"Ada apa mas Dio?" Tanyanya seorang cewek berjaket merah.

"Ini, kasihan anak ini sudah malam dagangannya belum habis. Ayo kalian beli semuanya biar habis," Pria bernama Dio itu lantas memberikan uang 7000,- kelada Budi.

"Ini kembaliannya mas," Kata Budi.

"Kembaliannya untukmu saja dik."

Apa yang dikerjakan Budi adalah salah satu contoh kecil di negara ini yang ikut berjuang mengais rizki guna menutupi kebutuhan keluarganya yang mungkin terbilang miskin. Setiap hari Budi rela meninggalkan layar kaca sampai larut malam hanya karena kasihan kepada ibu dan bapaknya yang berprofesi sebagai tukang rongsok di daerah pesisir utara daerah itu dan kemudian menjadi penjaja kacang dan intip di Pasar Sore Kaliwungu. Ya, pagi dia bersekolah, pulang sekolah berjualan sampai sore. Pulang jualan istirahat sebentar, kemudian menjelang malam berjualan lagi. Hampir tidak ada waktu untuknya bisa belajar dan mengerjakan PR. Disaat malam pulang dari berjualan, Budi harus mempersiapkan buku pelajaran untuk besuk pagi sambil menyicil mengerjakan PR dan sering keteteran. Hal itu Budi lakukan agar bisa mengurangi beban orang tuanya dan demi cita-cita mulianya yang masih menggantung tinggi.
Budi merebahkan tubuh mungilnya di dipan lapuk beralas tikar pandan untuk meluruskan otot. Kedua matanya terpejam mencoba menyentuh ruang mimpi bersama asa yang kerap bergelayut dibenak. Anak itu membuka kelopak matanya, diliriknya tabungan berbentuk ayam terbuat dari plastik. Dia tersenyum, 'barang itu pasti terbeli' ucapnya dibarengi desahan kecil. (*)

2 Responses to "Cerpen: Anak Penjaja Kacang dan Intip di Pasar Sore Kaliwungu"

  1. мαdυмσє вlσg21 Februari 2016 pukul 19.01

    http://zackymadumoe.mywapblog.com/cerpen-anak-penjaja-kacang-dan-intip-di.xhtml

    BalasHapus
  2. Nice cerpen gan ;)

    BalasHapus