Cerpen Desir Kita di 3.676 Mahameru

desir kita di 3.676 mahameru

Desir kita di 3.676 Mahameru menjelang pagi itu. Di Jonggring Saloko mata kita menebar pandangan, ada pengakuan atas keindahan alam ciptaan Tuhan. Dengan desah terkagum lantas tanganku menjawil lenganmu mengajak bola matamu menikmati kabut berarak yang mendekat.
Engkau menoleh ke arahku dengan tersenyum, ada kedamaian yang kurasakan di jiwa setelah sebulan lamanya gersang oleh kasih sayang.

"Kita ke sebelah sana Zack, yuk!" Ajak Chintya dengan menarik pergelangan tanganku. Dia menunjuk ke sebuah arah jauh dari pandangan.

"Apa itu Chintya?"

"Disana itu dulu Kubah yang dimiliki Kawah Jonggring Saloko," Jelasnya Chintya yang memang tahu benar akan seluk beluk Gunung Mahameru. Chintya sendiri sejak kecil memang hidup di lereng Gunung Semeru, jadi pantas saja jika ia hafal betul dengan banyaknya tempat indah di gunung tersebut. Sementara aku sendiri datang dan mendaki Gunung Mahameru karena rasa penasarannya atas gunung tersebut. Sering aku dengar dan lihat di berbagai media memberitakan keelokan Gunung Mahameru dan sudah ada banyak orang yang mendaki ke sana dan hal itu membuat keinginanku semakin kuat untuk ikut menaklukkan puncak Mahameru.

Berawal dari kenal di sebuah Sosial Media kemudian berlanjut dengan chatting ringan, wanita bernama Chintya yang tinggal di daerah Lumajang tersebut bercerita tentang Gunung Semeru dan Kawah Jonggring Saloko. Aku yang penasaran dan ingin sekali menikmati keindahan Gunung Mahameru akhirnya memantapkan diri untuk mendaki puncak Mahameru.
Berbekal sebuah alamat yang Chintya berikan kepadaku waktu itu, aku berangkat pada Kamis pagi ke Lumajang, Jawa Timur, untuk menemui Chintya.

Chintya ternyata orangnya baik selain dia juga cantik untuk ukuran gadis pegunungan. Sesampai di Lumajang (rumahnya Chintya) aku dipersilahkannya untuk beristirahat karena nggak mungkin banget jika kami langsung mendaki ke puncak Mahameru.
Suasana hangat dan akrab melingkupi keluarganya Chintya. Berbagai pertanyaan dilontarkan oleh ibu dan bapaknya Chintya atas kedatanganku ke tempatnya tersebut. Mula-mula aku malu dan merasa kaku saat bertemu Chintya beserta keluarganya, tapi kekakuanku hilang mana kala ibunya gadis itu sering berseloroh yang membuat kami jadi tersenyum.

Aku menceritakan semuanya akan maksud kedatangan ke daerah Lumajang kepada keluarga tersebut, mereka sangat senang dan tak keberatan kalau nanti Chintya menemaniku mendaki.
Pada Jum'at sore aku dan Chintya mulai melakukan perjalanan ke Gunung Mahameru, hampir dua hari kami mencapai puncak Mahameru, selama dalam perjalanan ke puncak tersebut diriku menemukan pribadi Chintya yang sebenarnya. Dia seorang penyabar dan telaten, hal ini aku ketahui saat berulang kali diriku mengeluh kecapekan dan hampir putus asa, namun dengan tersenyum Chintya terus memberi pengarahan dan semangat juang.

"Hati-hati Zack, disana sering muncul hewan berbahaya," Tunjuknya ke sebuah semak belukar. Kami terus melangkah dengan sesekali memukulkan ranting ke semak.
Aku tahu, berulang kali Chintya mencuri pandang kepadaku. Aku hanya tersenyum karena hal itu terasa lucu buatku. Bagaimana pun kedatanganku ke Gunung Mahameru tiada lain untuk menikmati alam dan bukannya untuk memadu kasih.

Rasa pegal di sekujur tubuh serasa sirna seketika saat kami sampai di puncak Mahameru. Hamparan kawah menakjubkan membuat hatiku tertunduk akan kebesaran-NYA. Tiba-tiba 'bruk', tubuh Chintya ambruk. Aku panik, aku bingung apa yang harus kulakukan pada Chintya. Dengan cepat ku rogoh saku tas ransel untuk kemudian membalurkan minyak angin ke hidung Chintya. 10 menit gadis itu pingsan.

"Kamu tidak apa-apa kan Chintya?" Tanyaku setelah tubuhnya menggeliat dan matanya terbuka menatapku.

"Tidak apa-apa kok Zack. Mungkin karena aku kelelahan," Dia tersenyum, lalu memijiti kepala serta kakinya.
Aku perhatikan terus gadis cantik di sisihku tersebut, tampak tersirat ada kesedihan teramat sangat yang ia rasakan.

"Chintya, maaf. Apa kamu lagi bersedih?"

"Ehmmm, dari mana kamu tahu Zack?"

"Meskipun kamu berusaha menyembunyikan kesedihan itu, tapi aku tahu kalau ada titik sedih terpancar di wajahmu kini Chintya," Chintya terdiam, sesekali ia memperhatikanku dan kembali membuang pandangan ke tanah.

Angin Mahameru membelai tubuh kami yang terbungkus jaket tebal. Chintya beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati bibir kawah Jonggring Saloko. Tak mau tinggal diam, aku mengikuti langkah Chintya yang seperti dirundung kepiluan. Dia menoleh ke arahku dengan kedua mata sembab menahan deraian air mata. Sebentar kemudian Chintya bercerita jika di bibir kawah itu dulu kekasihnya terpeleset dan tubuhnya bergulingan sebelum masuk ke dalam kawah Jonggring Saloko, lalu meninggal. Mendadak aku merinding, desir mengalir cepat di seluruh tubuhku. Rasa sedih tiba-tiba membekap perasaanku. Aku merasa bersalah karena telah mengajak Chintya untuk menemani mendaki Gunung Mahameru yang mana kembali mengingatkannya atas musibah yang di alami oleh sang kekasih.

"Hei, jangan melamun!" Tepukan telapak tangannya di pundakku seketika membuyarkan apa yang tengah aku pikirkan atas dirinya. Seulas senyum manis dia lemparkan dan lekat mengena dinding hatiku. Chintya menarik lenganku, mengajak berlari mengejar desir angin di 3.676 ketinggian Mahameru. (*)

Baca juga cerpen Lelaki Penyawer Itu Mati.

?pub=lianghl@zackymadumoe&format_type=im

3 Responses to "Cerpen Desir Kita di 3.676 Mahameru"

  1. мαdυмσє вlσg31 Maret 2016 pukul 19.13

    http://zackymadumoe.mywapblog.com/cerpen-desir-kita-di-3-676-mahameru.xhtml

    BalasHapus
  2. Tomy Naxz Kreatif31 Maret 2016 pukul 20.39

    wow amazing gan.

    BalasHapus
  3. Ini kisah nyatamu di Gunung Mahameru bro? keren sekali bro...
    Gunung Semuru itu kalau tidak salah termasuk gunung tertinggi yang ada di Indonesia kan bro?
    Kawah Joggring Saloko, pasti sangat indah itu tempatnya, ya bro?

    BalasHapus